1. Sejarah Bendesa
Manik Mas
1.1 Nama Warga Bendesa
Manik Mas
Pada
mulanya nama Bendesa itu adalah nama jabatan (pejabat/pacek/pasek) yang
mempunyai tugas dalam adat dan Agama. Istilah Bandesa, asal mulanya adalah dari
Bande=tali, Desa=tempat, jadi artinya tali pengikat desa (pemimpin). Sumber
lain menyebutkan bahwa kata Bandesa
artinya satu suara (tugas pemimpin). Sumber lain menyebutkan bahwa kata Bandesa
berasal dari asal kata Bahan-----Baan-----Ban, yang artinya pejabat, dan kata
Desa yang artinya tempat (wilayah).
Lama
kelamaan istilah pejabat (Bendesa) tersebut
berkembang sesuai dengan keadaan dan menjadi suatu keluarga, keluarga
besar, bahkan menjadi suatu keturunan (Warga) dan pada akhirnya menjadi
kerturunan besar (Maha Wandawa).
Dengan
berkembangnya nama Bendesa Manik Mas tersebut menjadi keturunan besar (Maha
Wandawa Ratna) maka keturunan yang menyandag nama Bendesa Manik mas tersebut
menghimpun diri menjadi satu warga/keturunan yaitu “Pratisentana Bandesa Manik
Mas”
Istilah
Bendesa Manik Mas muncul, mengingat Manik=Ratna adalah nama kebesaran/anugerah
dari Dalem Bali keturunan Sri Kresna Kepakisan kepada Kyayi Pangeran Bandesa
Manik Mas, karena jasa-jasanya selama menjadi mahapatih mendampingi Raja.dengan
demikian sudah sewajarnya nama tersebut dikuhkuhkan oleh keturunannya.
Mengingat
nama “Pratisentana Bandesa Manik Mas” cukup panjang, maka untuk kesehariannya
dapat menyebutkan dengan singkat nama “Bandesa Manik Mas”.
1.2 Keberadaan Warga
Bandesa Manik Mas.
Keturunan Pratisentana Bandesa Manik
Mas, mengingat tugas/jabatannya pada mulanya dalam bidang adat dan keagamaan
pada mulanya sesuai adat dan tradisi yang berlaku di Bali merupakan
tugas/jabatan yang turun temurun. Namun demikian mengingat perkembangan zaman /
kerajaan yang silih berganti, seperti halnya Raja / patih / demung /
amanchabumi dan jabatan lainnya kemungkinan besar tidak hanya dijabat oleh satu
keturunan.
Bertitiik tolak dari pandangan
tersebut diatas dan atas dasar sumber-sumber data/ informasi/ penelitian yang
dilaksanakan maka disimpulkan mengenai keberadaan Warga Bandesa Manik Mas,
dengan muaranya Dwi Parhyangan (Pura Taman Pule dan Pura Buk Cabe) adalah
sebagai berikut :
1.2.1 Tahap sebelum
Pura Taman Pule dibangun (sebelum abad ke-14) adalah warih/trah dari:
1)
Sri Kesari Warmadewa.
- Dimulai dari munculnya Arya Bali
setelah Raja Wangsa Sanjaya dan Wangsa
warma tidak memerintah lagi di Bali, dengan nama Pageran Mas/Pangeran
Kayu Mas.
- Beliau menjadi Bandesa Mas (
setingkat amanchabumi) berkedudukan di Mas, dengan nama Kyayi Gusti Bandesa
Mas.
- Dimuat dalam sejarah leluhur
orang Bali, Babad Pamancangah Dalem Kramas Bandesa Mas, Ki Mekel Paduwungan.
2) Mpu Kenaka/Danghyang Kenaka.
- Dimulai dari semenjak pangeran
Kayu Mas, yang mempunyai anak tunggal Pangeran Mas. Kemudian setelah kawin
dengan Luh Manik yang menurunkan Kyayi Manik Mas, Kyayi Gading Gede Tengah dan
Luh Kayu Mas.
- Periode ini terjadi sebelum Danghyang
Nirartha datang ke Bali.
- Dimuat dalam Iti Jasat Bandesa Manik
Mas, Piagem Pasek Tatar.
3) Mpu Jiwaksara (Ki Patih Ulung)
- Dimulai dari semenjak diangkatnya
anak Mpu Dwijaksara, yang bernama KiPatih Ulung (warih/trah Sapta Rsi/Panca
Tirtha) pada tahun 1343 menjadi Mahapatih di bali dan berkuasa penuh tentang
Bali Aga atas nama Kerajaan Majapahit.
- Selanjutnya keturunan beliau
menjadi pimpinan Pemerintah di Bali Madya dengan pusat di Mas. Dengan gelar
Kyayi Gusti Pangeran Bendesa Manik Mas.
- Beliaulah yang merupakan cikal
bakalnya keluarga besar Bandesa Manik Mas, karena cukup lama memerintah di Mas
dan secara turun temurun dengan anak cucunya.
- Dimuat dalam Babad Pasek, Babad Bali
Agung, Sejarah Leluhur Orang Bali.
1.2.2 Tahap setelah
pembangunan Pura Taman Pule dan Pura Buk Cabe (abad ke-15 s/d abad ke-20),
adalah Warih/trah dari :
1) Mpu Jiwaksara (Ki Patih Ulung)
- Anak cucu dari KGP Bandesa Manik
mas (KI Patih Ulung) meneruskan pemerintahan Bali Madya, dengan pusat di Mas.
- Pada Waktu/periode ini Danghyang
Nirartha telah tiba di Bali, dan menetap di Mas dengan putra-putrinya.
2) Arya Tan Kober-Tan Kawur-Tan
Mundur
- Dimulai dari ekspedisi Gajah Mada ke Bali
(1343), yaitu dengan datangnya para Arya dari kerajaanMajapahit untuk menyerang
Bali, mengingat Raja Bali Si Tapolung (Astura Ratnabhumi Banten) tidak mau
tunduk di bawah pemerintahan Majapahit.
- Tiga serangkai/berasudara Arya
Tan Kober-Tan Kawur-Tan Mundur adalah Ksataria Kadiri, yang membantu Arya Gajah
Para, Arya Getes, menyerang Bali dari arah timur laut (Toanyar)/ Tianyar,
kabupaten karangasem.
- Dimuat dalam Babad Bandesa Manik
Mas, Prasasti Pasek Bandesa Mas.
- Pada periode/tahap ini Danghyang
Nirartha telah datang d Bali dan berasrama di Mas.
3) Sri Kesari Warmadewa
- Dimulai dari Ki Mekel Peduwungan
(Ki Gidar, Ki Seleseh) setelah perang Nambenan tahun 1760.
- Pada periode/tahap ini Danghyang
Nirartha telah tiada (moksah di Pura Luhur Hulu watu).
- Dimuat dalam Babad Bali Agung,
Babad Dalem.
1.2.3. Tahap sekarang
(setelah memasuki tahun 2000-milenium ke-3) sampai selanjutnya.
Dimulai
dari warih/trah Sri Kesari Warmadewa, Mpu Jiwaksara (Ki Patih Ulung), Mpu
Kenaka (Danghyang Kenaka), Arya Tan Kober-Tan Kawur-Tan Mundur, Ki Mekel
Paduwungan dan kemungkinan juga versi lainnya (yang belum penulus temukan
sampai dengan saat penyusunan buku ini dibuat) semuanya menjadi keluarga besar
keturunan Bandesa Manik Mas atau peguyubannya disebut dengan nama Pratisen tana
Bandesa Manik Mas.
Muaranya
adalah berbakti kepada Dwi Parhyangan, yaitu Pura Taman Pule dan Pura Buk Cabe
di Mas, sebagai Pura Kawitan Warga Pratisentana Bendesa Manik Mas yang tidak
boleh dilupakan.
Sebutan
parab/nama para warga Pratisentana Bandesa Manik Mas yang berbeda satu sama
lain saat ini tidaklah menjadi masalah, yang perlu dipikirkan untuk masa
selanjutnya adalah kerukunan Warga Bandesa Manik Mas itu sendiri yang ibaratnya
beberapa buah sungai yang bercabang, mengalir ke satu tempat, bermuara di Mas
dengan Dwi Parhyangan-nya, yaitu Pura Taman Pule dan Pure Buk Cabe.
Tujuan
yang ingin dicpai oleh Pratisentana Bandesa Manik Mas adalah memperoleh
kemuliaan hidup, mengamalkan kebajikan dan kebenaran ke segala arah sesuai
perbuatan mulia dari para Leluhur Pratisentana bandesa Manik Mas serta mencapai
tujuan hidup lahir batin (moksartham jagadhita ya caiti dharma).
1.3
Bisama/ Wisama
Bisama/wisama
yang mengikat Pratisentana Bandesa Manik Mas adalah Bisama dari Danghyang
Nirartha dan K.G.P. Bandesa Manik Mas, karena bisama ini turunnya atau adanya
belakangan yaitu sekitar abad 15-16 untuk segenap Warga Bandesa Mas dan
Brahmana Mas tidak boleh lupa pada Kawitan Ida Bhatara di Pura Taman Pule dan
Pura Buk Cabe.
Bisama yang dudluan yaitu sekitar
abad 10-11 (Hyang Gni Jaya) kepada keturunan Pasek dengan Bandesa Mas,
membuktikan bahwa warga Bandesa Mas sudah sudah ada di Bali sebelum Danghyang
Nirartha ke Bali. Disamping itu juga dimungkinkan diberikan otonan/kekuasaan
oleh Dalem Sri Kresna Kepakisan.
Perhatikan Bisama dibawah ini:
Bisama yang diberikan oleh Dalem Bali Keturunan Sri Kresna Kepakisan kepada
Kyayi Pangeran Bandesa Manik Mas, antara lain:
1.
Keturunan pangeran Bandesa Manik Mas tidak boleh dikenai hukuman mati (tan
panjing pejah).
2.
Kalau kesalahannya sampai ke tingkat hukuman mati, tiga kali
bertururt-turut hanya boleh diganti
dengan hukuman diusir dari desa tersebut, ketempat yang lebih jauh.
3.
Kekayaan, arta benda, pusaka-pusaka dan lain-lain yang menjadi miliknya, tidak
boleh diambil atau dijarah atau dikuasai untuk kerajaan.
1.4
Keterkaitan Bandesa Mas dengan Danghyang Nirartha
Diceritakan
bahwa ki Bandesa Mas membuat sebuah pasraman untuk diberikan kepada Danghyang
Nirartha beserta keluarganya yang diberi nama Geria Timbul Taman Pule. Di dalam
pasraman tersebut terdapat sebuah permandian dan sebuah kolam yang amat indah
disertai dengan air kolam yang jernih, penuh dengan ikan dihiasi dengan aneka
warna bunga teratai dan bunga-bunga yang harum baunya, dibekas Geria Timbul
taman Pule itulah kemudian dibuatkan Pura Lawa atau Pura Pule oleh
keluarga/keturunan Bandesa Manik Mas. Disamping itu keturunan ki Bandesa Mas
juga membangun sebuah pura peringatan di bekas pasraman Ida Buk Cabe yang
diberi nama Pura Buk Cabe.
Ki Bandesa Mas mengutarakan
keinginannya untuk berguru kepada Danghyang Nirartha dan selanjutnya untuk
dapat dibersihkan untuk menjadi pandita. Keinginan tersebut dikabulkan oleh
Danghyang Nirarta. Kemudian setiap hari Ki Bandesa Mas menghadap Danghyang
Nirartha untuk menerima pelajaran Agama dan kebatinan. Pelajaran yang
dianugerahkan beliau itu antara lain Weda Sulambang Geni, Pasupati Racana,
keturunan Ki Bandesa Mas. Ki Bandesa Mas setelah selesai menerima pelajaran itu
semuanya kemudian dibersihkan, den gan upacara utama dan setelah itu beliau
bergelar/berhak memakai gelar sebagai Pandhita Manik Mas.
Sebagai bukti bakti berguru dan rasa
terima kasih kepada sang guru, Ki Bandesa Mas kemudian mengahturkan anak
perempuannya yang bernama Sang Ayu Mas Genitir untuk dijadikan istri. Dan
perkawinan itu melahirkan seorang putra laki-laki yang diberi nama Ida Putu
Kidul atau Ida Buk Cabe. (Tim Pengkaji
sejarah.2000:48)
1.5 Pura Catur
Parhyangan dan Dwi Parhyangan.
1.5.1
Keberadaan Pura Catur Parhyangan
Yang
dimaksud dengan Pura Catur Parhyangan disini adalah 4 buah pura yang sesuai
dengan Bisama Hyang Gni Jaya yang terdiri dari: Pura Dasar Buwana di Gelgel,
Pura Silayukti di Padang Bai, Pura Lempuyang Madya di Lempuyang Madya di
Lempuyang/Karangasem, dan Pura Catur Lawa Besakih.
Keberadaan Pura
catur Parhyangan tersebut, diperkirakan
dibangun pada abad 10-11 masehi, (sebelum Ki Patih Ulung, Arya Tan Kober-Tan
Kawur-Tan Mundur dan Danghyang Nirartha
datang ke Bali) juga menjadi sungsungan Warga Bandesa Mas dari warih/treh Mpu
Withadharma yang merupakan leluhur dari Ki Patih Ulung (mpu Jiwaksara).
1.5.2
Keberadaan Pura Dwi Parhyangan
Yang
dimaksud dengan Pura Dwi Parhyangan disini adalah Pura Taman Pule dan Pura Buk
Cabe, yaitu dibangun oleh pratisentana Bandesa Manik Mas, terletak di Desa Mas
Gianyar. Yang merupakan pura sungsungan (kawitan) bagi keturunan Keluarga Besar
Bandesa Manik Mas da Brahmana Mas. Sesuai dengan Bisama dari Danghyang Nirartha
dan I Pangeran Bandesa Manik Mas.
Berdasarkan
Bisama tersebut diaatas, pura Dwi Parhyangan ini (Pura Taman Pule dan Pura Buk
Cabe) wajib disungsung oleh pratisentana Bandesa Manik Mas (baik oleh warih/trah Ki Pattih Ulung-Mpu
jiwa Ksara, maupun warih/trah dari Ton Kober-tan Kawur-Tan Mundur, Mpu Kenaka
Jenggana kayu manis/Pangeran Kayu Mas, maupun De Kayuan (keturunan Ki Mekel
Paduwungan/Sri Kesari Warmadewa).
2.
Asal-usul sanggah kawitan
Setelah
manusia itu ada, kita sebagai manusia dan umat Hindu jika berpegang kepada wit
setelah penciptaan sama dengan mencari asal-usul keturunan, dari manakah diri
kita masing-masing. Setelah kami berupaya untuk mencari tahu tentang keberadaan
keturunan atau silsilah keturunan merajan kami dibuat, kami sedikit mendapat
informasi dari pemangku sanggah dadia kami, yaitu sedikit singkat karena banyak
yang tidak mengetahui lebih jelas lagi tentang asal usul sanggah merajan kami
dibuat hingga meyakini Bendesa Mas sebagai salah satu Kawitan yang di anut.
Disini saya tidak mengetahui secara
detail mengenai asal mula pembuatan sanggah merajan kami, karena narasumber
yang kami wawancarai kurang mengetahui asal mula pembuatan sanggah merajan
kami, dan kurang adanya pengembangan informasi pada saat itu. Namun sedikit
saya ketahui bahwa Merajan sanggah pertama kali didirikan oleh I Made Griung,
yang merupakan leluhur tertua kami yang kawitannya adalah Bendesa Manik Mas.
3.
Pelinggih-pelinggih di Merajan
Adapun
Pelinggih-pelinggih yang terdapat di sanggah merajan berjumlah 15, yaitu mulai
dari pelinggih Taksu, Surya, Batu Karu, Menjangan saka Luang, Bale piasan,
bangunan Pesaren, Rong Tiga, Penunggun karang, Lebuh, Gedong Catu Mujung,
Gedong Catu Meres, Gedong Catu Kerucut, Gedong natah, Hyang Kompyang. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut.
3.1
Pelinggih Taksu
Bangunan
ini Berbentuk Gedong, tetapi ada dua macam, yang pertama: Gedong bertiang empat
(saka pat) beruang dua (Rong dua). Macam yang kedua Gedong juga hanya memiliki
tiang pendek (saka pandak) didepannya, ruangnya satu (Rong Tunggal), namun saka
pandak itu sudah memberikan arti dua ruangan (Rong dua).
Mengenai
kata Taksu, masyarakat Hindu sebagian besar masih memiliki pengertiaan dan
persepsi yang masih sempit, umpamanya kalau di anggota keluarga tidaka ada yang
menjadi penari, pedalangan, dukun dan sebagainya, dianggap tidak perlu memiliki
pelinggih Taksu. Menurut sumber ajaran Agama Hindu sesungguhnya tidak demikian,
melainkan taksu tersebut bersifat Universal dan merupakan kekuatan profesi masing-masing
umat. Setiap manusia memiliki profesionality (wiguna). Menurut ajaran Hindu
guna (profesi) tersebut ada sepuluh yaitu:
1. Guna Rsi Profesi profesi sebagai
pendeta
2. Guna Wibawa profesi sebagai
pegawai, pejabat.
3. Guna Tukang profesi sebagai pertukangan
4. Guna Sangging profesi sebagai
sangging (tukang Patung)
5. Guna Pragina profesi sebagai
penari, penyanyi, pemusik.
6. Guna Balian profesi sebagai
pengarang (pujangga), penulis, wartawan.
7. Guna Sastra profesi sebagai
pedagang, pengusaha.
8. Guna Sonteng profesi sebagai
pemangku, pemuka agama.
9. Guna Dagang profesi sebagai
pedagang, pengusaha.
10. Guna Tani profesi sebagai
petani.
Dengan adanya sepuluh kelompok
profesi (Guna) memerlukan sekali anugerah Sang Hyang Wiidhi melalui manifestasinya
yaitu Sang Bhuta Kala Raja, beliaulah sebagai sedahan Taksu. Taksu itu
seseungguhnya adalah kekuatan magis dari Sang Hyang Widhi, dimana kekuatan
tersebut merupakan kekuatan Gravitasi (gaya tarik), dengan kekuatan tersebut
menyatu dengaan kekuatan magis manusia serta membangkitkan kekuatan manusia
sehingga manusia memiliki kharisma, kekuatan yang menarik dan kemampuan
spiritual sesuai dengan profesinya. Dengan demikian bangunan Suci Taksu sangat
perlu dibuat sebagai stana Dewa Profesi.
3.1.1 Fungsi Pelinggih
Taksu
Fungsi
dari pelinggih Taksu adalah sebagai tempat pemujaan kepada Ratu Nyoman Sakti Pangadagangan untuk memohon “ Kesidhian “ atau
Keberhasilan untuk semua jenis profesi seperti seniman, balian,guru,
pedagang,petani, pemimpin masyarakat dan lain-lainnya.
3.1.2 Sarana dan mantram
persembahyangan di pelinggih taksu
-
Sarana Prasarana
persembahyangan dalam pelinggih Taksu adalah dengan menghaturkan canang tipat
Gong ataupun Tipat kelanan.
-
Adapun mantram yang
dipakai dalam menghaturkan persembahyangan di pelinggih Taksu ini adalah dengan
mengucapkan mantra see/ sesontengan.
-
3.2 Pelinggih Surya
Yang Malinggih di sana adalah Dewa Surya yang konon dalam
mitologi Dewa Surya adalah murid dari Dewa Ciwa yang paling pintar, yang bisa
menyamai kepintaran Dewa Ciwa. Sehingga Dewa Surya di beri Gelar Surya Raditya
dan dipakai sebagai contoh untuk mengetahui kepintaran atau kesaktian Bhatara
Ciwa. Dan sebagai ucapan terimakasih dari Bhatara Surya maka Dewa Ciwa diberi
Gelar Kehormatan dengan nama Bhatara Guru, karena beliau guru dari para Dewa. Sehingga
kalau kita lihat pengastawa di sanggah natah antara lain:
“Ong Ang Ung Mang, Ong Ciwa Rekaprastika ya namah Swaha”
Bisa juga yang malinggih di Sanggah
Natah adalah Sanghyang Siwa Reka yang tiada lain ialah Dewa Ciwa itu sendiri, yang
ngereka ( bahasa Bali) atau yang menciptakan Alam Semesta beserta isinya.
3.2.1 Fungsi Bangunan Suci Pelinggih Surya
Fungsi Bangunan Suci
Pelinggih Surya
adalah untuk menyinari semua yang ada di paekarangan itu atau menjaga semua
yang ada di pekarangan itu. Dan merupakan saksi Agung dari segala apa yang kita
perbuat.
3.2.2
Sarana dan Mantram pada Bangunan Suci Surya
-
Sarana persembahyangan pada bangunan suci Surya ini adalah
dengan menghaturkan canang raka atau Buratwangi, dan pada saat rainan tertentu
dipersembahkan canang pangkonan.
-
Mantram yang digunakan untuk memuja Bangunan Suci Surya ini
adalah dengan mantram sesontengan atau see.
3.3 Pelinggih Batu karu
Batukaru adalah pura sebagai tempat memuja Tuhan sebagai
Dewa Mahadewa. Karena fungsinya untuk memuja Tuhan sebagai Dewa yang
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan air secara benar, maka di Pura
Luhur Batukaru ini disebut sebagai pemujaan Tuhan sebagai Ratu Hyang Tumuwuh sebutan
Tuhan sebagai yang menumbuhkan. Pelinggih Batu Karu Pada Merajan adalah sebagai
tempat untuk memujaratu hyang Tumuwuh sebagai dewa yang menumbuhkan kesuburan.
3.3.1
Fungsi Pelinggih Batu Karu
Sebagai
tempat memuja Tuhan sebagai Dewa yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan yaitu Ratu
Hyang Tumuwuh.
3.3.2
Sarana dan Mantram di Pelinggih Batu Karu
-
Sarana persembahyangan pada pelinggih Batu Karu ini adalah
dengan menghaturkan canang rake atau canang buratwangi, dan pada saat rainan
tertentu pada bangunan ini dipersembahkan canang pangkonan.
-
Mantram yang digunakan dalam memuja pelinggih Batu Karu ini
adalah dengan mantra sesontengan atau see.
3.4
Pelinggih Menjangan Laka Luang
Bentuk
bangunan suci Manjang Sakeluang adalah Gedong juga, hanya memiliki tiang (saka)
lima buah saka, yang dibelakang dua buah dan tiga buah di depannya. Tiang yang
di depannya, dua tiang di kanan kirinya
lebih pendek sehingga kaki kedua tiang tersebut tidak berpijak pada dasarnya
(mengambang).
Di depan bangunan, tepat pada tiang
di tengah diisi sebuah simbol berupa kepala binatang menjangan, hal inilah yang
sering menjadi pertanyaan di kalangan masyarakat Hindu. Adapun penjelasannya
adalah:
a. Bangunan bertiang lima buah
mengandung simbol Panca Rsi.
b. Kepala Menjangan mengandung
maksud Sang Putus atau Maha Rsi.
c. Binatang menjangan bertanduk
bercabang-cabang mengandung maksud kekuasaan kerajaan Majapahit.
3.4.1 Sejarah dari
berdirinya bangunan suci Menjangan Sakaluang
Pada Thun Saka 910
sampai 933 di Bali bertahta seorang Raja keturunan Majapahit bernama Gunapriya
Dharmapatni (Udayana Warmadewa) pada jaman itu di Bali ada 6 sekte besar yaitu:
(1) sekte Bayu yang menyembah Binatang dan Angin, (2) Sekta Kala yang mnyembah
tempat-tempat yang angker, (3) Sekta Wisnu yang menyembah Hujan, (4) Sekta
Indra yang menyembah Gunung dan Bulan, (5) Sekta Sambu yang menyembah Arca, (6)
Sekta Brahma yang mnyembah Surya/Agni.
Diantara ke enam Sekte tadi
sering terjadi pertentangan paham
sehingga sering terjadi keributan kadang-kadang terjadi peperangan antar sekte
memperebutkan pengikut. Karena masyarakat tidak pernah tenang maka Raja
memandang sangat perlu mendatangkan ahli Rokhaniawan dari Majapahit, dan beliau
mengirim utusan ke Majapahit.
Dari Majapahit mendapatkan tanggapan
baik, maka dikirimlah maha Rsi ke Bali yaitu:
1. Mpu Semeru datang ke Bali pada
Tahun Saka 921 banyak karya-karya beliau dan berparhyangan di Tohlangkir
(Besakih).
2. Mpu Gana datang pada Tahun Saka
922 berparhyangan di Gelgel.
3. Mpu Kuturan datang tahun Saka 923
berparhyangan di Silayukti.
4. Mpu Gnijaya datang tahun Saka 928
berparhyangan di Bukit Bisbis (Lempuyang).
5. Kemudian Mpu Baradah datang Tahun
Saka 930 beliau membawa ajaran magis tentang penangkal ilmu ilmu hitam,
memiliki parhyangan di Silayukti juga, tetapi beliau tidak menetap di Bali.
Dari Uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa yang berstana pada bangunan Manjang sakeluang adalah
“Sanghyang Panca Rsi”.
3.4.2 Fungsi Pelinggih
Menjangan Sakaluang
Adapun fungsi dari
peliunggih menjangan Sakaluang ini adalah untuk mengenang para jasa Rsi
Majapahit yang telah menyebarkan agama hindu di Bali.
3.4.3 Sarana dan mantram
persembahyangan dalam Pelinggih Menjangan Sakaluang
-
Sarana Persembahyangan
yang dihaturkan pada pelinggih menjangan sakaluang adalah dengan menghaturkan
canang Raka dalam pelinggih tersebut.
-
Mantram yang digunakan
dalam memuja pelinggih menjangan sakaluang ini adalah dengan mengucapkan
mantram see/sesontengan.
-
3.5
Bangunan Bale Piasan
Bentuk
Bangunan ini segi empat panjang memakai tiang bangunan empat buah, ada juga
dengan besar kecilnya bangunan. Piasan berasal dari kata perhiasan artinya
tempat menghias atau merangkai simbul, seperti Daksina pelinggih, arca, sebelum
distanakan pada bangunan suci dan tempat upakara yang akan dipersemmbahkan.
Manifestasi Sang Hyang Widdhi yang
berstana Pada bangunan ini adalah “Sang Hyang Wenang”. Dari kata wenang yang
artinya segala manifestasi Sang Hyang Widdhi bisa distanakan pada bangunan
piasan. Bangunan ini tidak mesti harus dibuat, boleh juga tidak, tergantung
dari luas pekarangan pamerajan.
3.5.1 Fungsi Bale Piasan
Adapun Fungsi dari Bale
Piasan ini adalah Sebagai tempat
pemujaan terhadap ida Bhatara Sami (Dewa yang berstana pada masing-masing
pelinggih di merajan), dan juga sebagai tempat untuk tempat Pemangku untuk
menganturkan puja dan Bhaktinya kehadapan Ida Sang Widhi Wasa.
3.5.2 Sarana dan mantram
persembahyangan dalam Bale Piasan
-
Sarana persembahyangan
yang dihaturkan dalam Bale piasan adalah dengan menghaturkan canang Raka dan
canang penganteb. Apabila menurut rerahinan besar pada Bale Piasan ini
dipersebahkan canang Raka dan canang Pejati.
-
Adapun Mantram
yang digunakan dalam Bale piasan tersebut adalah dengan mantram Trisandya, Puja
Kramaning sembah dan juga sesontengan.
3.6
Pelinggih Pesaren
Bangunan
Suci ini mneyrupai bangunan kemulan hanya memiliki dua ruangan (Rong) kanan dan
kiri. Di masyarakat Hindu khususnya di Bali Bangunan ini diberi nama
bermacam-macam sesuai dengan loka dresta, ada yang menamakan linggih Hyang
Kompyang, ada yang mnyebutkan linggih Bethara Hyang, dan ada juga yang memberi
sebutan linggih kawitan. Sesungguhnya maksud dari semua penyebutan nama
tersebut adalah benar yaitu memiliki maksud dan tujuan bahwa pada bangunan suci
tersebut adalah merupakan stananya para Rokh-rokh suci dari suatu clan.
Pada Bangunan Suci Pesaren adalah
Stananya para Rohk-Rokh suci (Dewa Pitara) dengan sebutan “Sang Hyang Sri
Prajapati” dengan swabhawa Atma dan Antaratma yaitu Rokh-rokh yang bersifat
purusa dan predana. Sedangkan pada bangunan suci kemulan juga merupakan
stananya Dewa Pitara.
3.6.1 Fungsi Bangunan Suci
Pesaren
Fungsi daripada Bangunan Suci
Pesaren adalah Untuk memuja Stananya
para Rohk-Rokh suci (Dewa Pitara) dengan sebutan “Sang Hyang Sri Prajapati”
dengan swabhawa Atma dan Antaratma yaitu Rokh-rokh yang bersifat purusa dan
predana
3.6.2 Sarana dan Mantram
yang digunakan dalam Bangunan Suci Pesaren
-
Sarana persembahyangan
yang dihaturkan dalam Bangunan Suci Pesaren ini adalah dengan menghaturkan
Canang Raka atau canang Buratwangi.
-
Mantram yang digunakan
untuk memuja Bangunan Suci pesaren ini adalah dengan sesontengan/see.
3.7
Pelinggih Rong tiga
Penamaan
Ista Dewatanya pada bangunan suci kemulan sesuai dengan sumber-sumber sastra
yang ada, adalah merupakan manifestasi Sang Hyang Widhi setelah bermanifestasi
memberi kekuatan pada jalan simpang Tiga (Marga Tiga) yaitu ddengan Swabhawa
“Sang Hyang Sapuh Jagat”, Beliau bermanifestasi ke pemerajan yaitu pada
bangunan suci kemulan dengan Swabhawa
sebagai “Sang Hyang Guru Suksma”. Sang Hyang Guru Suksma memiliki kemahakuasaan
Tri Murti, yaitu dengan manifestasinya Brahma bermanifestasi lagi sebagai “Sang
Hyang Sri Guru”, dengan swabhawanya Sang Hyang Atma, yang memberikan kekuatan
gaib pada rong kanan (Tengen). Sang Hyang Sri guru memiliki kemahakuasaan untuk
mengikat dan mengayomi para rokh-rokh suci leluhur (Dewa Pitara) yang bersifat
purusa (laki-laki) atau dengan kata lain Dewa Pitara bersifat Purusa bersemayam
pada Sang Hyang Sri Guru berstana di Rong kanan.
Sang Hyang Guru Suksma memiliki
kemahakuasaan Tri Murtinya dengan manifestasi Wisnunya berupa swabhawa sebagai
Sang Hyang Sri Adhi Guru memiliki kemahakuasaan
sebagai Antaratma untuk mengikat dan mengayomi para Rokh-rokh Suci
leluhur (Dewa Pitara) yang bersifat Predana (perempuan) dan berstana pada Rong
Kiri Kemulan.
3.7.1 Fungsi Bangunan Suci
Kemulan (Rong Tiga)
Fungsi Bangunan Suci Kemulan (rong
tiga) adalah sebagai tempat pemujaan terhadap Ida Bhata Hyang Guru Yaitu
Brahma, Wisnu, Siwa ( Tri Murti)
3.7.2 Sarana dan Mantram
Persembahyangan di Bangunan Suci Kemulan (Rong Tiga)
-
Sarana persembahyangan
dalam Bangunan Suci kemulan (rong tiga) ini adalah dengan menghaturkan canang
Raka ataupun canang Buratwangi dan daksina. Menurut Rerahinan ataupun tujuan
dari masing-masing persembahyangan.
-
Mantram yang digunakan
untuk memuja Bangunan Suci Kemulan (rong tiga) ini adalah dengan mantram sesontengan/see.
3.8
Pelinggih Penunggun Karang
Bangunan
Suci ini berbentuk tepas sari (seperti Gedong) yang letaknya pada sudut barat
laut dari pekaranngan rumah, ditempatkan pada Sudut barat laut karena menurut
sumber ajaran Agama Hindu yang disebut sebagai Asta Bumi terkandung di dalamnya
lima poembagian wilayah yang disebut Panca Raksa yaitu:
-
Sri Raksa pada sudut
Timur Laut adalah tempat atau lokasi Pamerajan.
-
Guru Raksa pada sudut
Tenggara adalah tempat bangunan suci lebuh.
-
Durga Raksa pada sudut
Barat Daya adalah lokasi Kandang hewan peliharaan, Dapur.
-
Kala Raksa pada sudut
Barat Laut adalah Lokasi bangunan suci penunggun karang dab sumur/ sumber mata
air, kamar mandi untuk kperluan rumah tangga.
-
Siwa Raksa ditengah
pekarangan adalah lokasi bangunan suci Siwa Reka.
Manifestasi
Sang Hyang Widdhi yang berstana pada bangunan suci Penunggun Karang adalah
“Sang Hyang Durga Manik” sebagai kekuatan pelindung, pengayom, dan pendidik umat
manusia. Dikatakan sebagai pelindung dan pengayom karena beliau memiliki
kemahakuasaan menolak perbuatan jahat dan beliau memberi anugerah jalan
kehidupan manusia agar mencapai keserasian, keseimbangan dan keharmonisan
dengan alam. Dikatakan sebagai pendidik apabila manusia tidak ingat dengan
keberadaan beliau maka beliau akan mendidik dengan cara menganggu keserasian,
keseimbangan manusia dengfan alam sehingga muncul beberapa permasalahan seperti
sakit, keributan rumah tangga, kemandulan dan sebagainya. Dengan demikian
beliau memiliki dua kekuasaan yaitu kekuatan Wisesa. Hal inilah yang menjadi
simbol kain Poleng (hitam dan putih).
3.8.1 Fungsi Bangunan Suci
Penunggun Karang
Fungsi Bangunan Suci Penunggun
Karang ini adalah sebagai tempat untuk memohon perlindungan apabila kita sedang
dalam perjalanan jauh ataupun pada saat kita berada dirimah agar terhindar dari
marabahaya yang secara skala maupun niskala.
3.8.2 Sarana dan Mantram
Bangunan Suci Penunggun Karang
-
Sarana yang
dipersembahkan pada bangunan suci Penunggun Karang adalah dengan menghaturkan
canang Tipat kelanan ataupun dengan canang Tipat Gong.
-
Mantram yang digunakan
dalam memuja Bangunan Suci Penunggun Karang adalah dengan Mantra Sesontengan
/see.
3.9
Pelinggih Lebuh
Bangunan
Suci ini berbentuk tepas sari yang letaknya disampig pintu Gerbang, baik
disebelah kiri maupun disebelah kanan dari pintu keluar kedua-duanya boleh.
Manifestasi Sang Hyang Widdhi yang berstana pada bangunan suci ini Swabhawa
“Sanghyang Wisesa”, karena beliau adalah sebagai kekuatan penjaga dan pemberi
petunjuk jalan bagi manusia khususnya si pemilik rumah. Disamping itu Beliau
adalah Dewa dari Duara Pala. Sesungguhnya duara pala tersebut adalah Sang Panca
Kala sebagai sedahan pintu menguasai (lebuh) yang masing-masing menguasai
lokasi sebagai berikut :
1. Sang Maha Kala bersemayam pada
Rong Apit Lawang
2. Sang Adhi Kala bersemayam pada
Rong Apit Kiri.
3. Sang Kala bersemayam tepat pada
pintu gerbang.
4. Sang Dora Kala bersemayam pada
aling-aling.
5. Sang Sunia Kala bersemayam didepan
pintu gerbang (ditempat menghaturkan sesajen).
3.9.1 Fungsi Bangunan Suci
Lebuh
Fungsi dari Bangunan Suci Lebuh
adalah untuk memuja Sang Hyang Wisesa untuk memohon perlindungan apabila kita
sedang ingin berpergian dan untuk menjaga Rumah kita dari gangguan secara
Sekala maupun Niskala.
3.9.2 Sarana dan Mantram
di Bangunan Suci Lebuh
-
Sarana yang
dipersembahkan pada Bangunan Suci Lebuh ini adalah dengan menghaturkan canang
Buratwangi ataupun canang Raka. Menurut rerainan apabila pada saat Hari Raya
besar pada bangunan suci ini dihaturkan canang Pangkonan
-
Mantram yang digunakan
pada saat memuja bangunan suci ini adalah dengan mantra sesontengan/see.
3.10
Pelingih Gedong Catu Mujung
Bangunan
Suci ini berbentuk gedong sari dan bertumpang satu, hal ini merupakan simbol
(sawitarka) bahwa manifestasi Sang Hyang Widdhi yang berstana atau distanakan
pada bangunan ini memiliki suatu fungsi profesi sesuai dengan kebutuhan
kehidupan manusia di dunia.
Manifestasi Sang Hyang Widdhi yang
distanakan pada bangunan suci ini adalah Sang Hyang Sri Sedana, yaitu merupakan
Dewi Kesejahteraan dunia (Artha), memberikan jalan atau petunjuk kepada manusia
melalui nalurinya untuk dapat mencapai dan menikmati kehidupan yang sejahtera.
Sang Hyang Sri Sedana memiliki dua profesi yaitu: Sang Hyang Sri Sedana Ngerem
dan Sang Hyang Sri Rambut Sedana.
3.10.1 Fungsi Bangunan Suci
Gedong Catu Mujung (Gedong Bertumpang Satu)
Fungsi daripada Gedong Catu Mujung
ini adalah sebagai tempat memuja Sang Hyang Sri Sedana Yaitu untuk memohon
kesejahteraan dunia (Artha) agar diberikan jalan atau petunjuk kepada manusia
melalui nalurinya untuk dapat mencapai dan menikmati kehidupan yang sejahtera.
3.10.2 Sarana dan Mantram
pada Bangunan Suci Gedong Catu Mujung
-
Sarana yang digunakan
dalam persembahan Bangunan Suci Gedong Catu Mujung adalah dengan menghaturkan
Canang Raka atau Canang Buratwangi. Apabila pada saat Hari raya Besar seperti
Galungan /Kuningan dihaturkan canang pangkonan.
-
Mantram yang digunakan
pada saat memuja Bangunan Suci Gedong Catu Mujung ini adalah dengan mantra
sesontengan/see.
3.11
Pelinggih gedong Catu Meres
Bentuk
bangunan ini berbentuk Gedong Sari tidak bertumpang, dan letaknya di Pemerajan
bersebelahan/letaknya dengan bangunan suci Gedong Catu Mujung. Manifestasi Sang
Hyang Widhi yang berstana atau distanakan pada bangunan ini adalah “Sang Hyang
Sri Dewi” sebagai dewa kesuburan dan menjadi simbul Dewa Padi dan beras den gan
sebutan “Sang Hyang Manik Galih”. Untuk
lebih jelasnya kami mencantumkan petikan salah satu sumber ajaran Agama Hindu
sebagai berikut :
SRI
MURTI SRI JIWATMAKEM,
SRI
WARNA SRI PURNA WIRYAM,
SRI
WERDI MANDALA JIWEM
SRI
WEYEM SUDHA JAGANEM
(Puja
Parikrama Sarahita Samapta. 75)
Arti Bebas:
Sang Hyang Sri Dewi memiliki
kemahakuasaan dan merupakan jiwa dari alam semesta, Beliau merupakan sumber
kesuburan dan kebahagiaan. Dewi Sri selalu bekerja untuk kehidupan, serta
membersihkan jagat raya.
3.11.1 Fungsi Bangunan Suci
Gedong Catu Meres.
Fungsi Dari Bangunan Suci Gedong
Catu Meres adalah untuk memuja Sang Hyang Sri Dewi yaitu sebagai dewa padi dan
beras sebagai dewi kesuburan.
3.11.2 Sarana dan Mantram
pada Bangunan Suci Gedong Catu Meres
-
Sarana persembahyangan
pada bangunan Suci Gedong Catu Meres adalah dengan menghaturkan canang Raka
atau Banten Burat wangi, dan pada rainan tertentu dihaturkan canang pangkonan.
-
Mantram yang dipergunakan
pada Bangunan Suci Gedong Catu Meres ini adalah dengan mantram sesontengan atau
see.
3.12 Pelinggih Gedong
Catu Kerucut
Bangunan ini juga
berbentuk Gedong tetapi pada atapnya dibentuk kerucut, adalah merupakan simbul
gunung, letaknya disebelah bangunan gedong catu meres atau tepat pada pojok
timur laut dari pekarangan Pemerajan. Manifestasi Sang Hyang Widdhi yang
berstana pada Bangunan ini adalah “Sang Hyang Giri Jaya”. Beliau menjadi simbul
Dewa Gunung, kemahakuasaan Beliau adalah menganugerahi keteguhan iman (Dharma).
Giri artinya Gunung, sedangkan
gunung di ilustrasikan kokoh/teguh. Jaya artinya menang, jadi kata Giri jaya
dapat diartikan sehubungan dengan konteks spiritual, yaitu keteguhan iman atau
keberhasilan dalam pengendalian diri selama hidup di dunia untuk mencapai
Moksartham Atmanam (Nirwana) dan Moksartham Jagathita Ya Ca Iti Dharma.
3.12.1 Fungsi bangunan suci Gedong Catu Kerucut
Fungsi Bangunan suci Gedong Catu
Kerucut adalah sebagai tempat pemujaan pada sang Hyang Giri Jaya yaitu sebagai
simbol kemahakuasaan dan yang menganugerahi keteguhan Iman.
3.12.2 Sarana dan mantram
pada Bangunan Suci Gedong Catu Meres
-
Sarana persembahyangan
pada Bangunan Suci Gedong Catu Meres ini dalah dengan menghaturkan canang Raka
atau canang Buratwangi, dan pada hari Raya tertentu dipersembahkan Canang
Pangkonan.
-
Mantram yang digunakan
pada bangunan suci ini adalah dengan mantram sesontengan atau see.
3.13 Pelinggih Gedong
Natah
Bangunan ini berbentuk Gedong Sari
yang letaknya di tengah pekarangan rumah (puser natah), dan yang distanakan
adalah manifestasi Sang Hyang Widdhi sebagai pencipta alam semesta dengan
swabhawa “Sang Hyang Siwa Reka. Disebut Siwa Reka karena Sang Hyang Siwa
menciptakan (ngereka, bahasa bali) alam semesta, beserta isinya, sama dengan
Sang Hyang Eka Bumi, sebagai pencipa planet-planet.
3.13.1 Fungsi Bangunan Suci
Gedong natah
Fungsi bangunan Suci Gedong Natah
adalah sebagai tempat untuk memuja manifestasi Sang Hyang Widhi sebagai alam
semesta dengan Swabhawa Sang Hyang SiwaReka.
3.13.2 Sarana dan Mantram
Pada Bangunan Suci Gedong natah
-
Sarana Persembhayangan
pada bangunan Suci Gedong Natah yaitu dengan menghaturkan canang raka atau
canang Buratwangi,, dan pada Hari raya tertentu dipersembahkan canang
pangkonan.
-
Mantram yang digunakan
untuk memuja Bangunan Suci Gedong Natah adalah degan mantram sesontengan atau
see.
3.14. Pelinggih Hyang
Kompyang
Pelinggih Suci Hyang
Kompyang adalah pelinggih yang merupakan tempat berstananya Para leluhur atau
hyang leluhur yang sudah suci, dan merupakan tempat untuk memuja roh-roh para
leluhur kita yang sudah bersih atau sudah melewati masa pengabenan.
3.14.1 Fungsi Pelinggih
Suci Hyang Kompyang
Fungsi
Pelinggih Suci Hyang Kompyang adalah untuk memuja para leluhur yang sudah bersih
atau sudah melewati Upacara pengabenan.
3.14.2 Sarana dan Mantram
yang digunakan Pada Pelinggih Hyang Kompyang
-
Sarana Upacara yang
dipersembahkan Pada Pelinggih Hyang Kompyang adalah Sode / Rayunan dan juga
Kopi dan Jajan pada persembahyang sehari-hari.
-
Mantram yang digunakan
pada Pelinggih hyang Kompyang adalah mantram sesontengan /see.
3.15 Pelinggih
Penglurah
Bangunan Suci ini memiliki dua macam
bentuk, ada yang memakai bentuk tepas sari (sepertoi gedong) dan ada juga yang
memakai bentuk tepasana (tidak beratap). Kedua-duanya boleh. Mengenai
pengertian penglurah perlu kami kaji agar para pembaca khususnya Umat Hindu
memperoleh pengertian dan persepsi yang sama serta benar. Kata penglurah asal
katanya lurah yang artinya pembantu (pepatih), mendapat awalan pe dan sisipan
ng menjadi kata kerja, jadi penglurah artinya bertugas menjadi pembantunya para
Dewa atau Dewata (menjadi patihnya) pada setiap Pura/pamerajan. Penglurah ini
adalah merupakan manifestasi Sang Hyang Widdhi dengan Swabhawa “Butha Dewa”
yang maksudnya setengah Dewa, setengah Butha, termasuk kelompok Gandarwa.
Beliau memiliki fungsi sebagai penjaga juru bicara atau sebagai katalisator
anatara dewa, Dewata dengan manusia sebagai umatnya.
3.15.1 Fungsi Bangunan Suci
Penglurah
Fungsi Bangunan Suci Penglurah
adalah sebagai tempat untuk memuja manifestasi sang Hyang Widhi dengan
Swabhawanya Butha Dewa.
3.15.2 Sarana dan Mantram
Bangunan Suci Penglurah
-
Sarana yang dipersembahkan
pada Bangunan Suci Penglurah adalah dengan menghaturkan canang Raka atau canang
buratwangi, dan pada saat upacara tertentu dipersembahkan canang pangkonan.
-
Mantram yang digunakan
pada Bangunan suci Penglurah ini adalah dengan mantram sesontengan atau see.
(Sudarsana.1998:46)
Daftar
Pustaka
Tim Pengkaji dan Babad Manik Mas. Denpasar, 9 April 2000
(Sejarah dan Babad Bandesa Manik Mas)
Drs.I.B.Putu Sudarsana,MBA.MM (Manifestasi Sang Hyang
Widhi)
Ini sejarah merajan di denpasar kan nggih?
BalasHapusSya pnya mrajan d buleng ad plinggih kwitan kyk meru ada tumpangannya 5 plnggh apa sbnrnya trus ap bnar tumpngnya 5,?
BalasHapusPerlu lebih banyak sumber pustaka untuk.melakukan.komparasi sumber shg tylisan sejarahnya tdk.tumpang tindih
BalasHapusSuksma sdh memberikan informasi tentang pemrajan sanggah bendesa manik mas, perlu dirujuk pemrajan Bendesa Manik Mas yang dimana, krn Warih wargi bendesa Manik Mas sdh menyebar ke seluruh Bali bahkan Indonesia, memiliki bentuk pelinggih Mrajan Sanggah yang berbeda. Trimakasih atas informasinya
BalasHapus